Selasa, 22 September 2015

arSipSip Makalah


MAKALAH
KERACUNAN PESTISIDA
Dibuat untuk Memenuhi Tugas Remidi Mata kuliah Dasar Farmakologi
Dosen Pengampu: Annik Megawati, M.Sc., Apt


Disusun oleh :
Nama          : Putri Rahmawati
NIM              : 201202320
Kelas           : PSKM REG 3



PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS
2014








KATA PENGANTAR
Syukur kehadirat Allah SWT, karena rahmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Keracunan Pestisida”.
Terselesaikanya makalah ini, tentu tak luput dari berbagai pihak yang berpartisipasi. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak dibawah ini:
1.    Ilham Setyo Budi, S.Kep., M.Kep  selaku ketua Stikes Cendekia Utama Kudus.
2.    Ketua Prodi Kesehatan Masyarakat Stikes Cendekia Utama Kudus, Sri Wahyuningsih, S.K.M.
3.    Annik Megawati, M.Sc., Apt, selaku dosen pembimbing.
4.    Orang tua kami tercinta, yang senantiasa mendukung dan mendoakan kebehasilan kami.
5.    Teman-teman PSKM Reg 3 yang membantu memberikan informasi relevan, sehingga kendala dalam kajian materi kami dapat terampungkan.
6.    Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu di sini, kami ucapkan terima kasih.
Makalah ini belumlah dapat dikatakan sempurna, untuk itu kami dengan senang hati bersedia menerima kritik maupan saran dari Pembaca . akan tetapi, terlepas dari ketidaksempunaan tersebut, kami harapkan karya ini dapat memberikan manfaat dan informasi bagi para Pembaca.
Kudus, Februari 2014

                                                                                                                           Penulis


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.................................................................................           ii
DAFTAR ISI...............................................................................................          iii
BAB I      PENDAHULUAN     
1.1  Latar Belakang Masalah.........................................................           1 
1.2  Rumusan Masalah..................................................................           2
1.3  Tujuan Penulisan....................................................................           2  
1.4  Manfaat Penulisan..................................................................           2
BAB II     ISI
2.1  Keracunan.................................................................................           3
2.2  Keracunan Pestisida ..............................................................           5
2.3  Langkah Penanganan terhadap Korban Keracunan Pestisida
.....................................................................................................        18
BAB III    PENUTUP
3.1  Simpulan...................................................................................        20
3.2  Saran..........................................................................................        20
DAFTAR PUSTAKA

  
                                                                                                 I.        PENDAHULUAN

1.1      Latar Belakang

Ketahanan pangan mempunyai peran strategis dalam pembangunan nasional karena akses terhadap pangan dan gizi yang berkualitas untuk dikonsumsi merupakan hak paling azasi bagi manusia. Di samping itu kualitas pangan dan gizi yang dikonsumsi merupakan unsur penting bagi pembentukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Salah satu bahan makanan yang berperan untuk kesehatan adalah sayuran. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan sayuran, dilakukan berbagai upaya peningkatan produksi, namun seringkali terkendala dengan adanya serangan hama dan penyakit yang menyebabkan gagal panen atau minimal berkurangnya hasil panen yang diharapkan. Untuk mengatasi serangan hama penyakit dilakukan berbagai alternative pengendalian dan yang paling sering digunakan adalah pestisida sintetik.
Pestisida sintetik merupakan bahan beracun yang digunakan untuk mengendalikan organism pengganggu tanaman (OPT) seperti serangga, gulma, patogen dan jasad pengganggu lainnya. Pemberian tambahan pestisida pada suatu lahan, merupakan aplikasi suatu teknologi yang pada saat itu diharapkan dapat membantu meningkatkan produktivitas, membuat pertanian lebih efisien dan ekonomis. Namun di sisi lain pemakaian pestisida yang berlebihan dan dilakukan secara terus-menerus pada setiap musim tanam akan berpotensi menyebabkan kerugian antara lain residu pestisida akan terakumulasi dalam produk-produk pertanian, pencemaran pada lingkungan pertanian dan perairan, penurunan produktivitas serta keracunan pada manusia dan hewan (Aditya, 2007). Bahaya pestisida bagi kesehatan
manusia dapat terjadi akibat keracunan pestisida karena penggunaan yang tidak tepat dan tidak aman maupun akibat residu pestisida pada bahan makanan.
Salah satu produk pertanian yang telah maju dalam pemanfaatan sarana produksi pertanian secara optimum di Maluku saat ini adalah produk pertanian hortikultura sayur-sayuran, dan beberapa sentra produksi 1999 tentang perlindungan konsumen dan Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian RI No.881/MENKES/SKB/VIII/1996 dan No.711/Kpts/TP270/8/96, dan Peraturan Menteri Pertanian No. 27/PerMentan/PP.340/5/2009 tentang Batas Maksimum Residu Pestisida pada hasil pertanian.

1.2      Rumusan Masalah
               Rumusan masalah yang kiranya dapat di susun dalam topic kali ini antara lain:
1.        Apakah yang dimaksud dengan Keracunan ?
2.        Bagaimana keracunan terhadap pestisida itu terjadi ?
3.        Bagaimana langkah-langkah menangani korban keracunan pestisida ?

1.3       Tujuan
            Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah:
1.        Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan keracunan.
2.        Untuk mengetahui bagaimana keracunan pestisida dapat terjadi.
3.        Untuk mengetahui langkah-langkah menangani korban keracunan makanan.

1.4          Manfaat
Manfaat dari pembuatan karya tulis ini, antara lain adalah:
1.    Menambah pengetahuan bagi pembaca mengenai keracunan pestisida.
2.        Sebagai sarana informasi bagi pembaca untuk mengetahui tentang
         Keracunan dan bagaimana cara penangananya.













                                                                                                                    II.        ISI

2.1       Keracunan

1.      PENGERTIAN
    Racun adalah zat yang ketika tertelan, terisap, diabsorbsi, menempel pada kulit atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relative kecil menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia.
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi toksik, baik kecelakaan dan karena kesengajaan, merupakan kondisi bahaya kesehatan.
Keracunan adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan fungsi organ tubuh yang terjadi karena kontak dengan bahan kimia atau masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala klinis sesuai dengan macam, dosis dan cara pemberiannya.
Angka yang pasti dari kejadian keracunan di Indonesia belum diketahui, meskipun banyak dilaporkan kejadian-kejadian keracunan dibeberapa rumah sakit tetapi angka ini tidak menggambarkan kejadian yang sebenarnya didalam masyarakat. Lebih kurang 60% dari paparan keracunan yang dilaporkan terjadi pada anak berumur < 6 tahun, dengan kematian < 4%.Di RSCM/FK UI Jakarta dilaporkan 45 penderita anak yang mengalami keracunan setiap tahunnya, sedang di RS dr. Soetomo Surabaya 15 - 30 penderita anak yang datang untuk mendapatkan pengobatan karena keracunan setiap tahun,yang sebagian besar karena keracunan hidrokarbon ( 45 - 60%), keracunan makanan, keracunan obat-obatan, detergen dan bahan-bahan rumah tangga yang lain. Meskipun keracunan dapat terjadi melalui saluran cerna, saluran nafas, kulit dan mukosa atau parenteral tetapi yang terbanyak racun masuk melalui saluran cerna ( 75 % ) dan inhalasi ( 14% ).
          I.        FAKTOR PREDISPOSISI
Pada anak terdapat faktor-faktor yang mempermudah terjadinya keracunan, yaitu :
  Perkembangan kepribadian anak usia 0 - 5 tahun masih dalam faseoral sehingga ada kecenderungan untuk memasukkan segala yang dipegangkedalam mulutnya.
  Anak-anak masih belum mengetahui apa yang berbahaya bagi dirinya (termasuk disini anak dengan retardasi mental).
  Anak-anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar.
  Anak-anak pada usia ini mempunyai sifat negativistik yaitu selalumenentang perintah atau melanggar larangan.
     Oleh karena sifat-sifat tersebut maka keracunan pada anak lebih sering karena kecelakaan (accidental poisoning ),sedang pada dewasa keracunan lebih sering karena pekerjaannya (occupational poisoning) dan pembunuhan atau usaha bunuh diri. Pada anak kecil jarang terjadi keracunan karena usaha bunuh diri atau pembunuhan, walaupun pernah dilaporkan melalui media massa adanya pembunuhan anak dengan jalan memberi racun oleh ibu yang putus asa sebelum kemudian dia bunuh diri.

3.   PATOFISIOLOGI
Keracuanan dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu faktor bahan kimia, mikroba, toksin dll. Dari penyebab tersebut dapat mempengaruhi vaskuler sistemik sehingga terjadi penurunan fungsi organ–organ dalam tubuh. Biasanya akibat dari keracunan menimbulkan mual, muntah, diare, perut kembung,gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi darah dan kerusakan hati ( sebagai akibat keracunan obat da bahan kimia ). Terjadi mual, muntah di karenakan iritasi pada lambung sehingga HCL dalam lambung meningkat . Makanan yang mengandung bahan kimia beracun (IFO) dapat menghambat ( inktivasi ) enzim asrtikolinesterase tubuh (KhE). Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH) dengan jalan mengikat Akh – KhE yang bersifat inakttif. Bila konsentrasi racun lebih tingggi dengan ikatan IFO-KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh di tempat – tempat tertentu, sehingga timbul gejala – gejala rangsangan Akh yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik, dan ssp ( menimbulakan stimulasi kemudian depresi SSP .)

2.2       Keracunan Pestisida
Pada dasarnya tidak ada batas yang tegas tentang penyebab dari keracunan berbagai macam zat kimia, karena setiap zat kimia mungkin menjadi penyebab dari keracunan tersebut, yang membedakannya adalah waktu terjadinya keracunan dan organ target yang terkena.
1. Cara terjadinya keracunan
a.      Self poisoning
Pada keadaan ini petani menggunakan pestisida dengan dosis yang berlebihan tanpa memiliki pengetahuan yang cukup tentang bahaya yang dapat ditimbulkan dari pestisida tersebut. Self poisoning biasanya terjadi karena kekurang hati-hatian dalam penggunaan, sehingga tanpa disadari bahwa tindakannya dapat membahayakan dirinya.
b.      Attempted poisoning
Dalam kasus ini, pasien memang ingin bunuh diri dengan dengan pestisida, tetapi bisa berakhir dengan kematian atau pasien sembuh kembali karena salah tafsir dalam penggunaan dosis.
c.      Accidental poisoning
Kondisi ini jelas merupakan suatu kecelakaan tanpa adanya unsur kesengajaan sama sekali. Kasus ini banyak terjadi pada anak di bawah 5 tahun, karena kebiasaannya memasukkan segala benda ke dalam mulut dan kebetutan benda tersebut sudah tercemar pestisida.
d.      Homicidal piosoning
Keracunan ini terjadi akibat tindak kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni seseorang. Masuknya pestisida dalam tubuh akan mengakibatkan aksi antara molekul dalam pestisida molekul dari sel yang bereaksi secara spesifik dan non spesifik. Formulasi dalam penyemprotan pestisida dapat mengakibatkan efek bagi penggunanya yaitu efek sistemik dan efek lokal. Efek Sistemik, terjadi apabila pestisida tersebut masuk keseluruh tubuh melalui peredaran darah sedangkan efek lokal terjadi terjadi dimana senyawa pestisida terkena dibagian tubuh.
2. Mekanisme fisiologis keracunan
Bahan-bahan racun pestisida masuk ke dalam tubuh organisme (jasad hidup) berbeda-beda menurut situasi paparan. Mekanisme masuknya racun pertisida tersebut dapat melalui melalui kulit luar, mulut dan saluran makanan, serta melalui saluran pernapasan. Melalui kulit, bahan racun dapat memasuki pori-pori atau terserap langsung ke dalam sistem tubuh, terutama bahan yang larut minyak (polar). Tanda dan gejala awal keracunan organofosfat adalah stimulasi berlebihan kolinergenik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi miosis, gangguan perkemihan, diare, defekasi, eksitasi, dan salivasi. Keracunan organofosfat pada sistem respirasi mengakibatkan bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus. Pada umumnya gejala ini timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam, tetapi bila pajanan berlebihan daapt menimbulkan kematian dalam beberapa menit. Ingesti atau pajanan subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda dan gejala.
a. Racun kronis
Racun kronis menimbulkan gejala keracunan setelah waktu yang relatif lama karena kemampuannya menumpuk (akumulasi) dalam lemak yang terkandung dalam tubuh. Racun ini juga apabila mencemari lingkungan (air, tanah) akan meninggalkan residu yang sangat sulit untu dirombak atau dirubah menjadi zat yang tidak beracun, karena kuatnya ikatan kimianya. Ada di antara racun ini yang dapat dirombak oleh kondisi tanah tapi hasil rombakan masih juga merupakan racun. Demikian pula halnya, ada yang dapat terurai di dalam tubuh manusia atau hewan tapi menghasilkan metabolit yang juga masih beracun. Misalnya sejenis insektisida organoklorin, Dieldrin yang disemprotkan dipermukaan tanah untuk menghindari serangan rayap tidak akan berubah selama 50 tahun sehingga praktis tanah tersebut menjadi tercemar untuk berpuluh-puluh tahun. Dieldrin ini bisa diserap oleh tumbuhan yang tumbuh di tempat ini dan bila rumput ini dimakan oleh ternak misalnya sapi perah maka dieldrin dapat menumpuk dalam sapi tersebut yang kemudian dikeluarkan dalam susu perah. Manusia yang minum susu ini selanjutnya akan menumpuk dieldrin dalam lemak tubuhnya dan kemudian akan keracunan. Jadi dieldrin yang mencemari lingkungan ini tidak akan hilang dari lingkungan, mungkin untuk waktu yang sangat lama.
b. Racun akut
Racun akut kebanyakan ditimbulkan oleh bahan-bahan racun yang larut air dan dapat menimbulkan gejala keracunan tidak lama setelah racun terserap ke dalam tubuh jasad hidup. Contoh yang paling nyata dari racun akut adalah “Baygon” yang terdiri dari senyawa organofosfat (insektisida atau racun serangga) yang seringkali disalahgunakan untuk meracuni manusia, yang efeknya telah terlihat hanya beberapa menit setelah racun masuk ke dalam tubuh. Walaupun semua racun akut ini dapat menyebabkan gejala sakit atau kematian hanya dalam waktu beberapa saat setelah masuk ke dalam tubuh, namun sifatnya yang sangat mudah dirombak oleh suhu yang tinggi, pencucian oleh air hujan dan sungai serta faktor-faktor fisik dan biologis lainnya menyebabkan racun ini tidak memegang peranan penting dalam pencemaran lingkungan.
3. Efek Pestisida Pada Sistem Tubuh
Bahan kimia dari kandungan pestisida dapat meracuni sel-sel tubuh atau mempengaruhi organ tertentu yang mungkin berkaitan dengan sifat bahan kimia atau berhubungan dengan tempat bahan kimia memasuki tubuh atau disebut juga organ sasaran. Efek racun bahan kimia atas organ-organ tertentu dan sistem tubuh.
a. Paru-paru dan sistem pernafasan
Efek jangka panjang terutama disebabkan iritasi (menyebabkan bronkhitis atau pneumonitis). Pada kejadian luka bakar, bahan kimia dalam paru-paru yang dapat menyebabkan udema pulmoner (paru-paru berisi air), dan dapat berakibat fatal. Sebagian bahan kimia dapat mensensitisasi atau menimbulkan reaksi alergik dalam saluran nafas yang selanjutnya dapat menimbulkan bunyi sewaktu menarik nafas, dan nafas pendek. Kondisi jangka panjang (kronis) akan terjadi penimbunan debu bahan kimia pada jaringan paru-paru sehingga akan terjadi fibrosis atau pneumokoniosis.

b. Hati      
Bahan kimia yang dapat mempengaruhi hati disebut hipotoksik. Kebanyakan bahan kimia menggalami metabolisme dalam hati dan oleh karenanya maka banyak bahan kimia yang berpotensi merusak sel-sel hati. Efek bahan kimia jangka pendek terhadap hati dapat menyebabkan inflamasi sel-sel (hepatitis kimia), nekrosis (kematian sel), dan penyakit kuning. Sedangkan efek jangka panjang berupa sirosis hati dari kanker hati.
c. Ginjal dan saluran kencing
Bahan kimia yang dapat merusak ginjal disebut nefrotoksin. Efek bahan kimia terhadap ginjal meliputi gagal ginjal sekonyong-konyong (gagal ginjal akut), gagal ginjal kronik dan kanker ginjal atau kanker kandung kemih.
d. Sistem syaraf
Bahan kimia yang dapat menyerang syaraf disebut neurotoksin. Pemaparan terhadap bahan kimia tertentu dapat memperlambat fungsi otak. Gejala-gejala yang diperoleh adalah mengantuk dari hilangnya kewaspadaan yang akhirnya diikuti oleh hilangnya kesadaran karena bahan kimia tersebut menekan sistem syaraf pusat. Bahan kimia yang dapat meracuni sistem enzim yang menuju ke syaraf adalah pestisida. Akibat dari efek toksik pestisida ini dapat menimbulkan kejang otot danparalisis (lurnpuh). Di samping itu ada bahan kimia lain yang dapat secara perlahan meracuni syaraf yang menuju tangan dan kaki serta mengakibatkan mati rasa dan kelelahan.
e. Darah dan sumsum tulang
Sejumlah bahan kimia seperti arsin, benzen dapat merusak sel-sel darah merah yang menyebabkan anemia hemolitik. Bahan kimia lain dapat merusak sumsum tulang dan organ lain tempat pembuatan sel-sel darah atau dapat menimbulkan kanker darah.
f. Jantung dan pembuluh darah (sistem kardiovaskuler)
Sejumlah pelarut seperti trikloroetilena dan gas yang dapat menyebabkan gangguan fatal terhadap ritme jantung. Bahan kimia lain seperti karbon disulfida dapat menyebabkan peningkatan penyakit pembuluh darah yang dapat menimbulkan serangan jantung.
g. Kulit
Banyak bahan kimia bersifat iritan yang dapat menyebabkan dermatitis atau dapat menyebabkan sensitisasi kulit dan alergi. Bahan kimia lain dapat menimbulkan jerawat, hilangnya pigmen (vitiligo), mengakibatkan kepekaan terhadap sinar matahari atau kanker kulit.
h. Sistem reproduksi
Banyak bahan kimia bersifat teratogenik dan mutagenik terhadap sel kuman dalam percobaan. Disamping itu ada beberapa bahan kimia yang secara langsung dapat mempengaruhi ovarium dan testis yang mengakibatkan gangguan menstruasi dan fungsi seksual.
i. Sistem yang lain
Bahan kimia dapat pula menyerang sistem kekebalan, tulang, otot dan kelenjar tertentu seperti kelenjar tiroid. Petani yang terpapar pestisida akan mengakibatkan peningkatan fungsi hati sebagai salah satu tanda toksisitas, terjadinya kelainan hematologik, meningkatkan kadar SGOT dan SGPT dalam darah juga dapat meningkatkan kadar ureum dalam darah.
4.     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keracunan Pestisida
Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan pestisida yang mengenai dan/atau masuk kedalam tubuh dalam jumlah tertentu. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keracunan pestisida antara lain :
1.    Dosis.
Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan pestisida, karena itu dalam melakukan pencampuran pestisida untuk penyemprotan petani hendaknya memperhatikan takaran atau dosis yang terterapada label. Dosis atau takaran yang melebihi aturan akan membahayakanpenyemprot itu sendiri. Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Paracelsus pada tahun 1564 telah meletakkan dasar penilaian toksikoligis dengan mengatakan “dosis sola facit venenum”, (dosis menentukan suatu zat kimia adalah racun). Untuk setiap zat kimia, termasuk air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama sekali, atau dosis besar sekali yang dapat menimbulkan keracunan atau kematian.
2.    Toksisitas senyawa pestisida.
Merupakan kesanggupan pestisida untuk membunuh sasarannya. Pestisida yang mempunyai daya bunuh tinggi dalam penggunaan dengan kadar yang rendah menimbulkan gangguan lebih sedikit bila dibandingkan dengan pestisida dengan daya bunuh rendah tetapi dengan kadar tinggi. Toksisitas pestisida dapat diketahui dari LD 50 oral dan dermal yaitu dosis yang diberikan dalam makanan hewan-hewan percobaan yang menyebabkan 50% dari hewan-hewan tersebut mati. Klasifikasi Toksisitas senyawa pestisida pada tikus percobaan dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.7. Klasifikasi Toksisitas Pestisida pada Tikus
3.    Jangka waktu atau lamanya terpapar pestisida.
Pada keracunan pestisida organofosfat, kadang-kadang blokade cholinesterase masih terjadi sampai 2-6 minggu. Paparan yang berlangsung terus-menerus lebih berbahaya daripada paparan yang terputus-putus pada waktu yang sama. Jadi pemaparan yang telah lewat perlu diperhatikan bila terjadi resiko pemaparan baru. Karena itu penyemprot yang terpapar berulang kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik.
4.    Jalan masuk pestisida dalam tubuh.
Pestisida dapat masuk melalui kulit, mulut dan pernafasan. Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan pestisida yang mengenai dan/atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu. Keracunan akut atau kronik akibat kontak dengan pestisida dapat melalui mulut, penyerapan melalui kulit dan saluran pernafasan. Pada petani pengguna pestisida keracunan yang terjadi lebih banyak terpapar melalui kulit dibandingkan dengan paparan melalui saluran pencernaan dan pernafasan.
Rute/jalan masuk pestisida :
1.    Dermal, absorpsi melalui kulit atau mata. Absorpsi akan berlangsung terus, selama pestisida masih ada di kulit.
2.    Oral, absorpsi melalui mulut (tertelan) karena kecelakaan, kecerobohan atau sengaja (bunuh diri), akan mengakibatkan keracunan berat hingga kematian. Di USA yg paling sering terjadi karena pestisida dipindahkan ke wadah lain tanpa label.
3.    Inhalasi, melalui pernafasan, dapat menyebabkan kerusakan serius pd hidung, tenggorokan jika terhisap cukup banyak. Pestisida yg masuk secara inhalasi dapat berupa bubuk, droplet atau uap.

5.    Toksikologi Pestisida
Senyawa-senyawa organokhlorin (organoklorin, chlorinated hydrocarbons) sebagian besar menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen selubung sel syaraf (Schwann cells) sehingga fungsi syaraf terganggu. Peracunan dapat menyebabkan kematian atau pulih kembali. Kepulihan bukan disebabkan karena senyawa organokhlorin telah keluar dari tubuh tetapi karena disimpan dalam lemak tubuh.
Semua insektisida organokhlorin sukar terurai oleh faktor-faktor lingkungan dan bersifat persisten, Mereka cenderung menempel pada lemak dan partikel tanah sehingga dalam tubuh jasad hidup dapat terjadi akumulasi, demikian pula di dalam tanah. Akibat peracunan biasanya terasa setelah waktu yang lama, terutama bila dose kematian (lethal dose) telah tercapai. Hal inilah yang menyebabkan sehingga penggunaan organokhlorin pada saat ini semakin berkurang dan dibatasi. Efek lain adalah biomagnifikasi, yaitu peningkatan peracunan lingkungan yang terjadi karena efek biomagnifikasi (peningkatan biologis) yaitu peningkatan daya racun suatu zat terjadi dalam tubuh jasad hidup, karena reaksi hayati tertentu.
Semua senyawa organofosfat (organofosfat, organophospates) dan karbamat (karbamat, carbamates) bersifat perintang ChE (enzim choline esterase), ensim yang berperan dalam penerusan rangsangan syaraf. Peracunan dapat terjadi karena gangguan dalam fungsi susunan syaraf yang akan menyebabkan kematian atau dapat pulih kembali. Umur residu dari organofosfat dan karbamat ini tidak berlangsung lama sehingga peracunan kronis terhadap lingkungan cenderung tidak terjadi karena faktor-faktor lingkungan mudah menguraikan senyawa-senyawa organofosfat dan karbamat menjadi komponen yang tidak beracun. Walaupun demikian senyawa ini merupakan racun akut sehingga dalam penggunaannya faktor-faktor keamanan sangat perlu diperhatikan. Karena bahaya yang ditimbulkannya dalam lingkungan hidup tidak berlangsung lama, sebagian besar insektisida dan sebagian fungisida yang digunakan saat ini adalah dari golongan organofosfat dan karbamat.
Parameter yang digunakan untuk menilai efek peracunan pestisida terhadap mamalia dan manusia adalah nilai LD50 (lethal dose 50 %) yang menunjukkan banyaknya pestisida dalam miligram (mg) untuk tiap kilogram (kg) berat seekor binatang-uji, yang dapat membunuh 50 ekor binatang sejenis dari antara 100 ekor yang diberi dose tersebut. Yang perlu diketahui dalam praktek adalah LD50 akut oral (termakan) dan LD50 akut dermal (terserap kulit). Nilai-nilai LD50 diperoleh dari percobaan-percobaan dengan tikus putih. Nilai LD50 yang tinggi (di atas 1000) menunjukkan bahwa pestisida yang bersangkutan tidak begitu berbahaya bagi manusia. LD50 yang rendah (di bawah 100) menunjukkan hal sebaliknya.

F.    Pencemaran Lingkungan
Pestisida yang diaplikasikan untuk memberantas suatu hama tanaman atau serangga penyebar penyakit tidak semuanya mengenai tanaman. Sebagian akan jatuh ke tanaman, atua perairan disekitarnya, sebagian lagi akan menguap ke udara, yang mengenai tanaman akan diserap tanaman tersebut ke dalam jaringan kemudian mengalami metabolisme, karena pengaruh enzim tanaman. Pestisida yang diserap oleh tanah atau perairan akan terurai karena pengaruh suhu, kelembaban, jasad renik dan sebagainya. Sedangkan yang menguap ke udara akan terurai karena pengaruh suhu, kelembaban dan sinar matahari khususnya sinar ultra violet.
Penguraian bahan pestisida tersebut tidak terjadi seketika itu juga, melainkan sedikit demi sedikit. Sisa yang tertinggal inilah yang kemudian diserap sebagai residu. Jumlah residu pestisida dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, jasad renik, sinar matahari dan jenis dari pestisida tersebut. Peningkatan kegiatan agroindustri selain meningkatkan produksi pertanian juga menghasilkan limbah dari kegiatan tersebut. Penggunaan pestisida, disamping bermanfaat untuk meningkatkan produksi pertanian tapi juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan pertanian dan juga terhadap kesehatan manusia. Pada masa sekarang ini dan masa mendatang, orang lebih menyukai produk pertanian yang alami dan bebas dari pengaruh pestisida walaupun produk pertanian tersebut di dapat dengan harga yang lebih mahal dari produk pertanian yang menggunakan pestisida. Pestisida yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam kesehatan manusia adalah pestisida sintetik, yaitu golongan organoklorin.
Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh senyawa organoklorin lebih tinggi dibandingkan senyawa lain, karena senyawa ini peka terhadap sinar matahari dan tidak mudah terurai. Karena pestisida adalah racun, yang dapat mematikan jasad hidup, maka dalam penggunannya dapat memberikan pengaruh yang tidak diinginkan terhadap kesehatan manusia serta lingkungan pada umumnya. Pestisida yang disemprotkan segera bercampur dengan udara dan langsung terkena sinar matahari. Dalam udara pestisida dapat ikut terbang menurut aliran angin. Makin halus butiran larut makin besar kemungkinan ia ikut terbawa angin, makin jauh diterbangkan oleh aliran angin. Kita tahu bahwa lebih dari 75 persen aplikasi pestisida dilakukan dengan cara disemprotkan, sehingga memungkinkan butir-butir cairan tersebut melayang, menyimpang dari aplikasi.
 Jarak yang ditempuh oleh butrian-butiran cairan tersebut tergantung pada ukuran butiran. Butiran dengan radius lebih kecil dari satu mikron, dapat dianggap sebagai gas yang kecepatan mengendapnya tak terhingga, sedang butiran dengan radius yang lebih besar akan lebih cepat mengendap. Akumulasi residu pestisida tersebut mengakibatkan pencemaran lahan pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, mutasi, bayi lahir cacat, CAIDS (Chemically Acquired Deficiency Syndrom) dan sebagainya. Dilaporkan bahwa 60 – 99 persen pestisida yang diaplikasikan akan tertinggal pada target atau sasaran, sedang apabila digunakan dalam bentuk serbuk, hanya 10-40 persen yang mencapai target, sedang sisanya melayang bersama aliran angin atau segera mencapai tanah. Telah dilakukan penelitian terhadap residu pestisida dalam komoditi cabe merah besar dan cabe merah keriting yang berasal dari pasar di kota Cianjur, Semarang dan Surabaya. Pengujian dilakukan menggunakan alat KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi).
Hasil pengujian terhadap beberapa golongan pestisida kemudian dikaji kembali berdasarkan pola konsumsi cabe orang Indonesia dan dihitung Baku Mutu Residunya dan dibandingkan terhadap Baku Mutu Residu pustaka. Dari hasil pemeriksaan terdeteksi pestisida golongan organoklorin seperti lindan, aldrin, heptaklor, endosulfon. Golongan organofosfat yang terdeteksi adalah paration, klorpirifos, dimethoat, profenofos, protiofos. Golongan karbamat yang terdeteksi adalah karbofuran, sedangkan golongan piretrin tidak terdeteksi, hasil perhitungan lebih kecil dari BMR pustaka. Sehubungan dengan sifatnya yang demikian, Komisi Pestisida telah mengidentifikasi berbagai kemungkinan yang timbul sebagai akibat penggunaan pestisida. Dampak yang mungkin akan timbul adalah : Keracunan terhadap pemakai dan pekerja, Keracunan terhadap ternak dan hewan piaraan, Keracunan terhadap ikan, Keracunan terhadap satwa liar, Keracunan terhadap tanaman, Kematian musuh alami jasad pengganggu,Kenaikan populasi jasad pangganggu Sebagai akibat kematian musuh alami tersebut, maka jasad pengganggu dapat lebih leluasa untuk berkembang, karena tidak adanya pengendalian dari musuh alami.

G.   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan Pestisida
Keracunan pestisida tejadi bila ada bahan pestisida yang mengenai tubuh atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keracunan pestisida antara lain :
1. Faktor dari dalam tubuh:
a.  Usia
Umur adalah fenomena alam, semakin lama seseorang hidup makan umurpun akan bertambah. Semakin bertambahnya umur seseorang semakin banyak yang diaalminya, dan semakin banyak pula pemaparan yang dialaminya, dengan bertambahnya umur seseorang maka fungsi metabolisme akan menurun dan ini juga akan berakibat menurunnya aktifitas kholinesterase darahnya sehinggga akan mempermudah terjadinya keracunan pestisida. Usia juga berkaitan dengan kekebalan tubuh dalam mengatasi tingkat toksisitas suatu zat, semakin tua umur seseorang maka efektifitas sistem kekebalan di dalam tubuh akan semakin berkurang.
b. Jenis kelamin
Kadar kholin bebas dalam plasma laki-laki dewasa normal rata-rata sekitar 4,4μg/ml. Kaum wanita rata-rata mempunyai aktifitas khlinesterase darah lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Meskipun demikian tidak dianjurkan wanita menyemprot pestisida, karena pada saat kehamilan kadar rata-rata kholinesterase cenderung turun.
c. Status kesehatan
Beberapa jenis pestisida yang sering digunakan menekan aktifitas kholinesterase dalam plasma yang dapat berguna dalam menetapkan over exposure terhadap zat ini. Pada orang-orang yang selalu terpapar pestisida menyebabkan naiknya tekanan darah dan kholesterol.
d. Status gizi
Pengaruh status gizi pada orang dewasa akan mengakibatkan: 1) kelemahan fisik dan daya tahan tubuh; 2) mengurangi inisiatif dan meningkatkan kelambanan dan; 3) meningkatkan kepekaan terhadap infeksi dan lain-lain jenis penyakit. Semakin buruk status gizi seseorang akan semakin mudah terjadi keracunan, dengan kata lain seseorang yang mempunyai status gizi yang baik cenderung memiliki aktifitas kholinesterase yang lebih baik.
e.  Anemia
Kadar hemoglobin terdapat pada sel darah merah yang memiliki gugus hem dimana pembentukannya melalui proses reduksi dengan bantuan NADH, sedangkan kadara kholinesterase dalam kerjanya menghidrolisa membutuhkan energi, dimana pada saat pembentukan energi membutuhkan NADH.
f. Genetik
Beberapa kejadian pada hemoglobin yang abnormal seperti hemoglobin S. Kelainan homozigot dapat mengakibatkan kematian pada usia muda sedangkan yang heterozigot dapat mengalami anemia ringan. Pada ras tertentu ada yang mempunyai kelainan genetik, sehingga aktifitas kholinesterase darahnya rendah dibandingkan dengan kebanyakan orang.
2. Faktor dari luar tubuh:
a.  Suhu lingkungan
Suhu lingkungan berkaitan dengan waktu menyemprot, matahari semakin terikatau semakin siang maka suhu akan semakin panas. Kondisi demikian akan mempengaruhi efek pestisida melalui mekanisme penyerapan melalui kulit petani penyemprot.
b. Cara penanganan pestisida
Penanganan pestisida sejak dari pembelian, penyimpanan, pencampuran, cara menyemprot hingga penanganan setelah penyemprotan berpengaruh terhadap resiko keracunan bila tidak memenuhi ketentuan.
c. Penggunaan Alat Pelindung Diri
Pestisida umumnya adalah racun bersifat kontak, oleh karenanya penggunaan alat pelindung diri pada petani waktu menyemprot sangat penting untuk menghindari kontak langsung dengan pestisida. Pemakaian alat pelindung diri lengkap ada 7 macam yaitu : baju lengan panjang, celana panjang, masker, topi, kaca mata, kaos tangan dan sepatu boot. Pemakaian APD dapat mencegah dan mengurangi terjadinya keracunan pestisida, dengan memakai APD kemungkinan kontak langsung dengan pestisida dapat dikurangi sehingga resiko racun pestisida masuk dalam tubuh melalui bagian pernafasan, pencernaan dan kulit dapat dihindari. 7,37.
d. Dosis pestisida
Semua jenis pestisida adalah racun, dosis yang semakin besar maka akan semakin besar terjadinya keracunan pestisida. Karena bila dosis penggunaan pestisida bertambah, maka efek dari pestisida juga akan bertambah. Dosis pestisida yang tidak sesuai dosis berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida organofosfat petani penyemprot. Dosis yang tidak sesuai mempunyai risiko 4 kali untuk terjadi keracunan dibandingkan penyemprotan yang dilakukan sesuai dengan dosis aturan.
e. Jumlah Jenis Pestisida
Masing-masing pestisida mempunyai efek fisiologis yang berbeda-beda tergantung dari kandungan zat aktif dan sifat fisik dari pestisida tersebut. Pada saat penyemprotan penggunaan pestisida > 3 jenis dapat mengakibatkan keracunan pada petani. Banyaknya jenis pestisida yang digunakan menyebabkan beragamnya paparan pada tubuh petani yang mengakibatkan reaksi sinergik dalam tubuh.
e.    Masa kerja menjadi penyemprot
  Semakin lama petani menjadi penyemprot, maka semakin lama pula kontak dengan pestisida sehingga resiko keracunan terhadap pestisida semakin tinggi. Penurunan aktifitas kholinesterase dalam plasma darah karena keracunan pestisida akan berlangsung mulai seseorang terpapar hingga 2 minggu setelah melakukan penyemprotan.
g. Lama menyemprot
Dalam melakukan penyemprotan sebaiknya tidak boleh lebih dari 3 jam, bila melebihi maka resiko keracunan akan semakin besar. Seandainya masih harus menyelesaikan pekerjaannya hendaklah istirahat dulu untuk beberapa saat untuk memberi kesempatan pada tubuh untuk terbebas dari pemaparan pestisida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa istirahat minimal satu minggu dapat menaikkan aktivitas kholinesterase dalam darah pada petani penyemprot. Istirahat minimal satu minggu pada petani keracunan ringan dapat menaikkan aktivitas kholinesterase dalam darah menjadi normal (87,50%). Sedangkan petani dengan keracunan sedang memerlukan waktu istirahat yang lebih lama untuk mencapai aktivitas kholinesterase normal.
h.  Frekuensi Penyemprotan
Semakin sering seseorang melakukan penyemprotan, maka semakin tinggi pula resiko keracunannya. Penyemprotan sebaiknya dilakukan sesuai dengan ketentuan. Waktu yang dianjurkan untuk melakukan kontak dengan pestisida maksimal 2 kali dalam seminggu.
i.  Tindakan penyemprotan pada arah angin
Penyemprotan yang baik searah dengan arah angin dan penyemprot hendaklah mengubah posisi penyemprotan apabila angin berubah.
j.  Waktu menyemprot
Waktu penyemprotan perlu diperhatikan dalam melakukan penyemprotan pestisida, hal ini berkaitan dengan suhu lingkungan yang dapat menyebabkan keluarnya keringat lebih banyak terutama pada siang hari. Sehingga waktu penyemprotan pada siang hari akan semakin mudah terjadinya keracunan pestisida melalui kulit.          
Salah satu masalah utama yang berkaitan dengan gejala keracunan pestisida adalah bahwa gejala dan tanda keracunan khususnya pestisida dari golongan organofosfat umumnya tidak spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala penyakit biasa seperti pusing, mual dan lemah sehingga oleh masyarakat dianggap sebagai suatu penyakit yang tidak memerlukan terapi khusus. Menurut Gallo (1991) ada beberapa faktor yang mempengaruhi keracunan pestisida antara lain dosis, toksisitas senyawa pestisida, lamanya terpapar pestisida dan jalan pestisida masuk dalam tubuh.

2.3          Langkah Penanganan Terhadap Korban Keracunan Pestisida
Pestisida sangat berbahaya bagi manusia, bahkan bisa menyebabkan kamatian. Padahal bagi petani, pestisida hampir menjadi santapan keseharian, terutama saat budidaya tanaman yang membutuhkan perawatan intensif. Pestisida bisa masuk melalui kulit, saluran pernapasan bahkan tertelan melalui mulut. Kecerobohan pada saat penyemprotan menyebabkan tubuh kita mengalami keracunan pestisida. Keracunan pestisida pada manusia menunjukkan gejala yang berbeda-beda, tergantung pada jenis bahan aktif pestisida yang meracuni. Gejala keracunan biasanya tertera pada kemasan, sehingga disarankan jangan memindahkan pestisida pada tempat lain apalagi wadah kosong yang orang lain tidak bisa mengetahuinya dengan pasti. Usahakan pestisida selalu pada kemasannya. Hal ini sangat penting untuk menentukan penanganan lebih lanjut saat mengalami keracunan pestisida.
Pada saat kita mengetahui seseorang mengalami keracunan pestisida, kita dapat memberikan pertolonganpertama pada penderita, sebelum dibawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat. Lakukan langkah-langkah berikut :
1.      Saat memberikan pertolongan, kita tidak boleh terlihat panik. Harus tenang agar dapat berpikir untuk melakukan tindakan yang paling tepat dan cepat.
2.      Jika kulit korban terkena pestisida, buka pakaian dan segeralah cuci sampai bersih dengan air dan sabun.
3.      Jika mata korban terkena pestisida, cuci dengan air yang banyak selama 15 menit, jika ada air pancuran lebih diutamakan.
4.      Jika tertelan dan korban masih sadar, buatlah korban muntah dengan memberikan larutan air hangat yang telah dicampur dengan garam dapur sebanyak 1 sendok makan penuh. Jika pestisida tertelan, jangan berikan pernapasan buatan dari mulut ke mulut.
5.      Jika tertelan dan korban tidak sadar, jangan dirangsang muntah, sangat berbahaya. Jika pestisida tertelan, jangan berikan pernapasan buatan dari mulut ke mulut.
6.      Jika tertelan, dan fungisida dari senyawa tembaga, jangan dirangsang muntah, rangsanglah untuk buang air besar (bilas lambung).
7.      Jika berhenti bernapas, segera bikin pernapasan buatan. Pastikan mulut bersih dari air liur, lendir, atau makanan yang menyumbat pernapasan.
8.      Jangan memberikan susu atau makanan berminyak pada korban keracunan organoklorin, karena akan menambah penyerapan organoklorin oleh organ pencernaan.
9.      Jika korban tidak sadar, usahakan jalan pernapasan tidak terganggu. Bersihkan mulut dari air liur, lendir, atau makanan. Jika korban memakai gigi palsu, lepaskan gigi palsu. Letakkan korban pada posisi tengkurap, kepala menghadap ke samping dan bertumpu pada kedua tangannya yang ditekuk.
10.   Jika kejang, usahakan tidak ada yang membuatnya cidera. Taruh bantal di bawah kepala, longgarkan pakaian di sekitar leher. Ganjal mulut agar korban tidak menggigit bibir dan lidahnya.
11.   Bawalah segera ke puskesmas atau rumah sakit terdekat. Tunjukkan kemasan pestisida yang telah meracuninya kepada para medis agar dapat ditentukan dengan cepat penanganan yang paling tepat.















                                                                                                       III.        PENUTUP

3.1 Simpulan
Adapun kesimpulan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.    pestisida adalah zat kimia atau bahan lain dan jasad renik serta virus yang digunakan untuk: memberantas atau mencegah hama-hama tanaman, atau parasit lainya yang dapat berpengaruh terhadap kualitas bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian
2.    Bahan-bahan racun pestisida masuk ke dalam tubuh organisme (jasad hidup) berbeda-beda menurut situasi paparan. Mekanisme masuknya racun pertisida tersebut dapat melalui melalui kulit luar, mulut dan saluran makanan, serta melalui saluran pernapasan. Melalui kulit, bahan racun dapat memasuki pori-pori atau terserap langsung ke dalam sistem tubuh, terutama bahan yang larut minyak (polar).
3.    Bahan kimia dari kandungan pestisida dapat meracuni sel-sel tubuh atau mempengaruhi organ tertentu yang mungkin berkaitan dengan sifat bahan kimia atau berhubungan dengan tempat bahan kimia memasuki tubuh atau disebut juga organ sasaran. Efek racun bahan kimia atas organ-organ tertentu dan sistem tubuh, seperti : paru-paru dan sistem pernafasan, hati, ginjal dan saluran kencing, sistem syaraf, darah dan sumsum tulang, jantung dan pembuluh darah (sistem kardiovaskuler), kulit, sistem reproduksi, sistem yang lain.
3.2   Saran
Untuk pemakaian pestisida pada pertanian agar dipertimbangkan dengan dampak yang terjadi terutama pada pencemaran lingkungan dan bahaya pada manusia pemakaianya, untuk itu perlu adanya scening pemeriksaan kolinestrase pada petani penguna pestisida dan pemeriksaan kualitas lingkungan secara piriodik.




 DAFTAR PUSTAKA


Arief, dkk 2000, Kapita Selekta Kedokteran ed. 3, jilid 2, Medika Aesculapius, Jakarta.

Ngatidjan, 2006. Toksikologi. Bagian Farmakologi & Toksikologi Fakultas Kedokteran universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

 Su’makmur,PK.2009.Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES) Jakarta: CV Sagung Seto