MAKALAH
KERACUNAN
PESTISIDA
Dibuat
untuk Memenuhi Tugas Remidi Mata kuliah Dasar Farmakologi
Dosen
Pengampu: Annik Megawati, M.Sc., Apt
Disusun
oleh :
Nama : Putri Rahmawati
NIM : 201202320
Kelas : PSKM REG 3
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS
2014
KATA PENGANTAR
Syukur
kehadirat Allah SWT, karena rahmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul ”Keracunan Pestisida”.
Terselesaikanya
makalah ini, tentu tak luput dari berbagai pihak yang berpartisipasi. Oleh
karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak dibawah ini:
1. Ilham
Setyo Budi, S.Kep., M.Kep selaku ketua
Stikes Cendekia Utama Kudus.
2. Ketua
Prodi Kesehatan Masyarakat Stikes Cendekia Utama Kudus, Sri Wahyuningsih,
S.K.M.
3. Annik
Megawati, M.Sc., Apt, selaku dosen pembimbing.
4. Orang
tua kami tercinta, yang senantiasa mendukung dan mendoakan kebehasilan kami.
5. Teman-teman
PSKM Reg 3 yang membantu memberikan informasi relevan, sehingga kendala dalam
kajian materi kami dapat terampungkan.
6. Serta
pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu di sini, kami
ucapkan terima kasih.
Makalah
ini belumlah dapat dikatakan sempurna, untuk itu kami dengan senang hati
bersedia menerima kritik maupan saran dari Pembaca . akan tetapi, terlepas dari
ketidaksempunaan tersebut, kami harapkan karya ini dapat memberikan manfaat dan
informasi bagi para Pembaca.
Kudus,
Februari 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL
KATA
PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR
ISI............................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah......................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah.................................................................. 2
1.3 Tujuan
Penulisan.................................................................... 2
1.4 Manfaat
Penulisan.................................................................. 2
BAB
II ISI
2.1 Keracunan................................................................................. 3
2.2 Keracunan Pestisida .............................................................. 5
2.3 Langkah Penanganan terhadap Korban Keracunan Pestisida
..................................................................................................... 18
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan................................................................................... 20
3.2 Saran.......................................................................................... 20
DAFTAR
PUSTAKA
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketahanan pangan
mempunyai peran strategis dalam pembangunan nasional karena akses terhadap
pangan dan gizi yang berkualitas untuk dikonsumsi merupakan hak paling azasi
bagi manusia. Di samping itu kualitas pangan dan gizi yang dikonsumsi merupakan
unsur penting bagi pembentukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Salah satu bahan makanan yang berperan untuk kesehatan adalah
sayuran. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan sayuran, dilakukan berbagai upaya peningkatan produksi, namun seringkali terkendala dengan adanya
serangan hama dan penyakit yang menyebabkan gagal panen atau minimal
berkurangnya hasil panen yang diharapkan. Untuk mengatasi serangan hama penyakit
dilakukan berbagai alternative pengendalian dan yang paling sering digunakan
adalah pestisida sintetik.
Pestisida
sintetik merupakan bahan beracun yang digunakan untuk mengendalikan
organism pengganggu tanaman (OPT) seperti serangga, gulma, patogen dan jasad
pengganggu lainnya. Pemberian tambahan pestisida pada suatu lahan, merupakan
aplikasi suatu teknologi yang pada saat itu diharapkan dapat membantu
meningkatkan produktivitas, membuat pertanian lebih efisien dan ekonomis. Namun
di sisi lain pemakaian pestisida yang berlebihan dan dilakukan secara
terus-menerus pada setiap musim tanam akan berpotensi menyebabkan kerugian
antara lain residu pestisida akan terakumulasi dalam produk-produk pertanian,
pencemaran pada lingkungan pertanian dan perairan, penurunan produktivitas
serta keracunan pada manusia dan hewan (Aditya, 2007). Bahaya pestisida bagi
kesehatan
manusia dapat terjadi akibat
keracunan pestisida karena penggunaan yang tidak tepat dan tidak aman maupun
akibat residu pestisida pada bahan makanan.
Salah
satu produk pertanian yang telah maju dalam pemanfaatan sarana produksi
pertanian secara optimum di Maluku saat ini adalah produk pertanian
hortikultura sayur-sayuran, dan beberapa sentra produksi
1999 tentang perlindungan konsumen dan Surat Keputusan Bersama
Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian RI
No.881/MENKES/SKB/VIII/1996 dan No.711/Kpts/TP270/8/96, dan Peraturan Menteri
Pertanian No. 27/PerMentan/PP.340/5/2009 tentang Batas Maksimum Residu
Pestisida pada hasil pertanian.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang kiranya dapat di
susun dalam topic kali ini antara lain:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan Keracunan ?
2.
Bagaimana
keracunan terhadap pestisida itu terjadi ?
3.
Bagaimana
langkah-langkah menangani korban keracunan pestisida ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai
adalah:
1.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan keracunan.
2.
Untuk
mengetahui bagaimana keracunan pestisida dapat terjadi.
3.
Untuk
mengetahui langkah-langkah menangani korban keracunan makanan.
1.4
Manfaat
Manfaat dari pembuatan karya tulis
ini, antara lain adalah:
1. Menambah pengetahuan bagi pembaca mengenai keracunan
pestisida.
2.
Sebagai
sarana informasi bagi pembaca untuk mengetahui tentang
Keracunan
dan bagaimana cara penangananya.
II.
ISI
2.1 Keracunan
1. PENGERTIAN
Racun adalah zat
yang ketika tertelan, terisap, diabsorbsi, menempel pada kulit atau dihasilkan
di dalam tubuh dalam jumlah yang relative kecil menyebabkan cedera dari tubuh
dengan adanya reaksi kimia.
Intoksikasi atau keracunan adalah
masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek
merugikan pada yang menggunakannya. Keracunan melalui inhalasi dan menelan
materi toksik, baik kecelakaan dan karena kesengajaan, merupakan kondisi bahaya
kesehatan.
Keracunan adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan
fungsi organ tubuh yang terjadi karena kontak dengan bahan kimia atau masuknya
zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran pencernaan, saluran nafas, atau
melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala klinis sesuai dengan macam,
dosis dan cara pemberiannya.
Angka yang
pasti dari kejadian keracunan di Indonesia belum diketahui, meskipun banyak
dilaporkan kejadian-kejadian keracunan dibeberapa rumah sakit tetapi angka ini
tidak menggambarkan kejadian yang sebenarnya didalam masyarakat. Lebih kurang
60% dari paparan keracunan yang dilaporkan terjadi pada anak berumur < 6
tahun, dengan kematian < 4%.Di RSCM/FK UI Jakarta dilaporkan 45 penderita
anak yang mengalami keracunan setiap tahunnya, sedang di RS dr. Soetomo
Surabaya 15 - 30 penderita anak yang datang untuk mendapatkan pengobatan karena
keracunan setiap tahun,yang sebagian besar karena keracunan hidrokarbon ( 45 -
60%), keracunan makanan, keracunan obat-obatan, detergen dan bahan-bahan rumah
tangga yang lain. Meskipun keracunan dapat terjadi melalui saluran cerna,
saluran nafas, kulit dan mukosa atau parenteral tetapi yang terbanyak racun
masuk melalui saluran cerna ( 75 % ) dan inhalasi ( 14% ).
I.
FAKTOR
PREDISPOSISI
Pada anak
terdapat faktor-faktor yang mempermudah terjadinya keracunan, yaitu :
Perkembangan
kepribadian anak usia 0 - 5 tahun masih dalam faseoral sehingga ada
kecenderungan untuk memasukkan segala yang dipegangkedalam mulutnya.
Anak-anak masih
belum mengetahui apa yang berbahaya bagi dirinya (termasuk disini anak dengan
retardasi mental).
Anak-anak
mempunyai rasa ingin tahu yang besar.
Anak-anak pada
usia ini mempunyai sifat negativistik yaitu selalumenentang perintah atau
melanggar larangan.
Oleh karena sifat-sifat tersebut
maka keracunan pada anak lebih sering karena kecelakaan (accidental poisoning
),sedang pada dewasa keracunan lebih sering karena pekerjaannya (occupational
poisoning) dan pembunuhan atau usaha bunuh diri. Pada anak kecil jarang terjadi
keracunan karena usaha bunuh diri atau pembunuhan, walaupun pernah dilaporkan
melalui media massa adanya pembunuhan anak dengan jalan memberi racun oleh ibu
yang putus asa sebelum kemudian dia bunuh diri.
3. PATOFISIOLOGI
Keracuanan
dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu faktor bahan kimia,
mikroba, toksin dll. Dari penyebab tersebut dapat mempengaruhi vaskuler
sistemik sehingga terjadi penurunan fungsi organ–organ dalam tubuh. Biasanya
akibat dari keracunan menimbulkan mual, muntah, diare, perut kembung,gangguan
pernafasan, gangguan sirkulasi darah dan kerusakan hati ( sebagai akibat
keracunan obat da bahan kimia ). Terjadi mual, muntah di karenakan iritasi pada
lambung sehingga HCL dalam lambung meningkat . Makanan yang mengandung bahan
kimia beracun (IFO) dapat menghambat ( inktivasi ) enzim asrtikolinesterase
tubuh (KhE). Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis
arakhnoid (AKH) dengan jalan mengikat Akh – KhE yang bersifat inakttif. Bila
konsentrasi racun lebih tingggi dengan ikatan IFO-KhE lebih banyak terjadi.
Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh di tempat – tempat tertentu, sehingga
timbul gejala – gejala rangsangan Akh yang berlebihan, yang akan menimbulkan
efek muscarinik, nikotinik, dan ssp ( menimbulakan stimulasi kemudian depresi
SSP .)
2.2 Keracunan
Pestisida
Pada
dasarnya tidak ada batas yang tegas tentang penyebab dari keracunan berbagai
macam zat kimia, karena setiap zat kimia mungkin menjadi penyebab dari
keracunan tersebut, yang membedakannya adalah waktu terjadinya keracunan dan
organ target yang terkena.
1. Cara terjadinya keracunan
a. Self
poisoning
Pada
keadaan ini petani menggunakan pestisida dengan dosis yang berlebihan tanpa
memiliki pengetahuan yang cukup tentang bahaya yang dapat ditimbulkan dari
pestisida tersebut. Self poisoning biasanya terjadi karena kekurang hati-hatian
dalam penggunaan, sehingga tanpa disadari bahwa tindakannya dapat membahayakan
dirinya.
b. Attempted poisoning
Dalam
kasus ini, pasien memang ingin bunuh diri dengan dengan pestisida, tetapi bisa
berakhir dengan kematian atau pasien sembuh kembali karena salah tafsir dalam
penggunaan dosis.
c. Accidental
poisoning
Kondisi ini jelas merupakan
suatu kecelakaan tanpa adanya unsur kesengajaan sama sekali. Kasus ini banyak
terjadi pada anak di bawah 5 tahun, karena kebiasaannya memasukkan segala benda
ke dalam mulut dan kebetutan benda tersebut sudah tercemar pestisida.
d. Homicidal piosoning
Keracunan ini terjadi akibat
tindak kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni seseorang. Masuknya
pestisida dalam tubuh akan mengakibatkan aksi antara molekul dalam pestisida
molekul dari sel yang bereaksi secara spesifik dan non spesifik. Formulasi
dalam penyemprotan pestisida dapat mengakibatkan efek bagi penggunanya yaitu
efek sistemik dan efek lokal. Efek Sistemik, terjadi apabila pestisida tersebut
masuk keseluruh tubuh melalui peredaran darah sedangkan efek lokal terjadi
terjadi dimana senyawa pestisida terkena dibagian tubuh.
2. Mekanisme fisiologis
keracunan
Bahan-bahan racun pestisida
masuk ke dalam tubuh organisme (jasad hidup) berbeda-beda menurut situasi
paparan. Mekanisme masuknya racun pertisida tersebut dapat melalui melalui
kulit luar, mulut dan saluran makanan, serta melalui saluran pernapasan.
Melalui kulit, bahan racun dapat memasuki pori-pori atau terserap langsung ke
dalam sistem tubuh, terutama bahan yang larut minyak (polar). Tanda dan
gejala awal keracunan organofosfat adalah stimulasi berlebihan kolinergenik
pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi miosis, gangguan
perkemihan, diare, defekasi, eksitasi, dan salivasi. Keracunan organofosfat
pada sistem respirasi mengakibatkan bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan
peningkatan sekresi bronkus. Pada umumnya gejala ini timbul dengan cepat dalam
waktu 6-8 jam, tetapi bila pajanan berlebihan daapt menimbulkan kematian dalam
beberapa menit. Ingesti atau pajanan subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih
lama untuk menimbulkan tanda dan gejala.
a. Racun kronis
Racun kronis menimbulkan
gejala keracunan setelah waktu yang relatif lama karena kemampuannya menumpuk
(akumulasi) dalam lemak yang terkandung dalam tubuh. Racun ini juga apabila
mencemari lingkungan (air, tanah) akan meninggalkan residu yang sangat sulit
untu dirombak atau dirubah menjadi zat yang tidak beracun, karena kuatnya
ikatan kimianya. Ada di antara racun ini yang dapat dirombak oleh kondisi tanah
tapi hasil rombakan masih juga merupakan racun. Demikian pula halnya, ada yang
dapat terurai di dalam tubuh manusia atau hewan tapi menghasilkan metabolit
yang juga masih beracun. Misalnya sejenis insektisida organoklorin, Dieldrin
yang disemprotkan dipermukaan tanah untuk menghindari serangan rayap tidak akan
berubah selama 50 tahun sehingga praktis tanah tersebut menjadi tercemar untuk
berpuluh-puluh tahun. Dieldrin ini bisa diserap oleh tumbuhan yang tumbuh di
tempat ini dan bila rumput ini dimakan oleh ternak misalnya sapi perah maka
dieldrin dapat menumpuk dalam sapi tersebut yang kemudian dikeluarkan dalam susu
perah. Manusia yang minum susu ini selanjutnya akan menumpuk dieldrin dalam
lemak tubuhnya dan kemudian akan keracunan. Jadi dieldrin yang mencemari
lingkungan ini tidak akan hilang dari lingkungan, mungkin untuk waktu yang
sangat lama.
b. Racun akut
Racun akut kebanyakan
ditimbulkan oleh bahan-bahan racun yang larut air dan dapat menimbulkan gejala
keracunan tidak lama setelah racun terserap ke dalam tubuh jasad hidup. Contoh
yang paling nyata dari racun akut adalah “Baygon” yang terdiri dari senyawa organofosfat
(insektisida atau racun serangga) yang seringkali disalahgunakan untuk meracuni
manusia, yang efeknya telah terlihat hanya beberapa menit setelah racun masuk
ke dalam tubuh. Walaupun semua racun akut ini dapat menyebabkan gejala sakit
atau kematian hanya dalam waktu beberapa saat setelah masuk ke dalam tubuh,
namun sifatnya yang sangat mudah dirombak oleh suhu yang tinggi, pencucian oleh
air hujan dan sungai serta faktor-faktor fisik dan biologis lainnya menyebabkan
racun ini tidak memegang peranan penting dalam pencemaran lingkungan.
3. Efek Pestisida Pada
Sistem Tubuh
Bahan kimia dari kandungan
pestisida dapat meracuni sel-sel tubuh atau mempengaruhi organ tertentu yang
mungkin berkaitan dengan sifat bahan kimia atau berhubungan dengan tempat bahan
kimia memasuki tubuh atau disebut juga organ sasaran. Efek racun bahan kimia
atas organ-organ tertentu dan sistem tubuh.
a. Paru-paru dan sistem
pernafasan
Efek jangka panjang terutama
disebabkan iritasi (menyebabkan bronkhitis atau pneumonitis). Pada kejadian
luka bakar, bahan kimia dalam paru-paru yang dapat menyebabkan udema pulmoner
(paru-paru berisi air), dan dapat berakibat fatal. Sebagian bahan kimia dapat
mensensitisasi atau menimbulkan reaksi alergik dalam saluran nafas yang
selanjutnya dapat menimbulkan bunyi sewaktu menarik nafas, dan nafas pendek.
Kondisi jangka panjang (kronis) akan terjadi penimbunan debu bahan kimia pada
jaringan paru-paru sehingga akan terjadi fibrosis atau pneumokoniosis.
b.
Hati
Bahan kimia yang dapat
mempengaruhi hati disebut hipotoksik. Kebanyakan bahan kimia menggalami
metabolisme dalam hati dan oleh karenanya maka banyak bahan kimia yang
berpotensi merusak sel-sel hati. Efek bahan kimia jangka pendek terhadap hati
dapat menyebabkan inflamasi sel-sel (hepatitis kimia), nekrosis (kematian sel),
dan penyakit kuning. Sedangkan efek jangka panjang berupa sirosis hati dari
kanker hati.
c. Ginjal dan saluran
kencing
Bahan kimia yang dapat
merusak ginjal disebut nefrotoksin. Efek bahan kimia terhadap ginjal meliputi
gagal ginjal sekonyong-konyong (gagal ginjal akut), gagal ginjal kronik dan
kanker ginjal atau kanker kandung kemih.
d. Sistem syaraf
Bahan kimia yang dapat
menyerang syaraf disebut neurotoksin. Pemaparan terhadap bahan kimia tertentu
dapat memperlambat fungsi otak. Gejala-gejala yang diperoleh adalah mengantuk
dari hilangnya kewaspadaan yang akhirnya diikuti oleh hilangnya kesadaran
karena bahan kimia tersebut menekan sistem syaraf pusat. Bahan kimia yang dapat
meracuni sistem enzim yang menuju ke syaraf adalah pestisida. Akibat dari efek
toksik pestisida ini dapat menimbulkan kejang otot danparalisis (lurnpuh). Di
samping itu ada bahan kimia lain yang dapat secara perlahan meracuni syaraf
yang menuju tangan dan kaki serta mengakibatkan mati rasa dan kelelahan.
e. Darah dan sumsum tulang
Sejumlah bahan kimia seperti
arsin, benzen dapat merusak sel-sel darah merah yang menyebabkan anemia
hemolitik. Bahan kimia lain dapat merusak sumsum tulang dan organ lain tempat
pembuatan sel-sel darah atau dapat menimbulkan kanker darah.
f. Jantung dan pembuluh
darah (sistem kardiovaskuler)
Sejumlah pelarut seperti
trikloroetilena dan gas yang dapat menyebabkan gangguan fatal terhadap ritme
jantung. Bahan kimia lain seperti karbon disulfida dapat menyebabkan
peningkatan penyakit pembuluh darah yang dapat menimbulkan serangan jantung.
g. Kulit
Banyak bahan kimia bersifat
iritan yang dapat menyebabkan dermatitis atau dapat menyebabkan sensitisasi
kulit dan alergi. Bahan kimia lain dapat menimbulkan jerawat, hilangnya pigmen (vitiligo),
mengakibatkan kepekaan terhadap sinar matahari atau kanker kulit.
h. Sistem reproduksi
Banyak bahan kimia bersifat
teratogenik dan mutagenik terhadap sel kuman dalam percobaan. Disamping itu ada
beberapa bahan kimia yang secara langsung dapat mempengaruhi ovarium dan testis
yang mengakibatkan gangguan menstruasi dan fungsi seksual.
i. Sistem yang lain
Bahan kimia dapat pula
menyerang sistem kekebalan, tulang, otot dan kelenjar tertentu seperti kelenjar
tiroid. Petani yang terpapar pestisida akan mengakibatkan peningkatan fungsi
hati sebagai salah satu tanda toksisitas, terjadinya kelainan hematologik,
meningkatkan kadar SGOT dan SGPT dalam darah juga dapat meningkatkan kadar
ureum dalam darah.
4. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Keracunan Pestisida
Keracunan
pestisida terjadi bila ada bahan pestisida yang mengenai dan/atau masuk kedalam
tubuh dalam jumlah tertentu. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
keracunan pestisida antara lain :
1.
Dosis.
Dosis pestisida
berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan pestisida, karena itu dalam
melakukan pencampuran pestisida untuk penyemprotan petani hendaknya
memperhatikan takaran atau dosis yang terterapada label. Dosis atau takaran
yang melebihi aturan akan membahayakanpenyemprot itu sendiri. Setiap zat kimia
pada dasarnya bersifat racun dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan
cara pemberian. Paracelsus pada tahun 1564 telah meletakkan dasar penilaian
toksikoligis dengan mengatakan “dosis sola facit venenum”, (dosis
menentukan suatu zat kimia adalah racun). Untuk setiap zat kimia, termasuk air,
dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama sekali, atau dosis besar
sekali yang dapat menimbulkan keracunan atau kematian.
2.
Toksisitas senyawa pestisida.
Merupakan kesanggupan
pestisida untuk membunuh sasarannya. Pestisida yang mempunyai daya bunuh tinggi
dalam penggunaan dengan kadar yang rendah menimbulkan gangguan lebih sedikit
bila dibandingkan dengan pestisida dengan daya bunuh rendah tetapi dengan kadar
tinggi. Toksisitas pestisida dapat diketahui dari LD 50 oral dan dermal yaitu
dosis yang diberikan dalam makanan hewan-hewan percobaan yang menyebabkan 50%
dari hewan-hewan tersebut mati. Klasifikasi Toksisitas senyawa pestisida pada
tikus percobaan dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel
2.7. Klasifikasi Toksisitas Pestisida pada Tikus

3.
Jangka waktu atau lamanya terpapar
pestisida.
Pada keracunan
pestisida organofosfat, kadang-kadang blokade cholinesterase masih terjadi
sampai 2-6 minggu. Paparan yang berlangsung terus-menerus lebih berbahaya
daripada paparan yang terputus-putus pada waktu yang sama. Jadi pemaparan yang
telah lewat perlu diperhatikan bila terjadi resiko pemaparan baru. Karena itu
penyemprot yang terpapar berulang kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan
keracunan kronik.
4.
Jalan masuk pestisida dalam tubuh.
Pestisida dapat masuk
melalui kulit, mulut dan pernafasan. Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan
pestisida yang mengenai dan/atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu.
Keracunan akut atau kronik akibat kontak dengan pestisida dapat melalui mulut,
penyerapan melalui kulit dan saluran pernafasan. Pada petani pengguna pestisida
keracunan yang terjadi lebih banyak terpapar melalui kulit dibandingkan dengan
paparan melalui saluran pencernaan dan pernafasan.
Rute/jalan masuk pestisida :
1.
Dermal, absorpsi melalui
kulit atau mata. Absorpsi akan berlangsung terus, selama pestisida masih ada di
kulit.
2.
Oral, absorpsi melalui
mulut (tertelan) karena kecelakaan, kecerobohan atau sengaja (bunuh diri), akan
mengakibatkan keracunan berat hingga kematian. Di USA yg paling sering terjadi
karena pestisida dipindahkan ke wadah lain tanpa label.
3.
Inhalasi,
melalui pernafasan, dapat menyebabkan kerusakan serius pd hidung, tenggorokan
jika terhisap cukup banyak. Pestisida yg masuk secara inhalasi dapat berupa
bubuk, droplet atau uap.
5. Toksikologi Pestisida
Senyawa-senyawa
organokhlorin (organoklorin, chlorinated hydrocarbons) sebagian besar
menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen selubung sel syaraf (Schwann cells)
sehingga fungsi syaraf terganggu. Peracunan dapat menyebabkan kematian atau
pulih kembali. Kepulihan bukan disebabkan karena senyawa organokhlorin telah
keluar dari tubuh tetapi karena disimpan dalam lemak tubuh.
Semua
insektisida organokhlorin sukar terurai oleh faktor-faktor lingkungan dan
bersifat persisten, Mereka cenderung menempel pada lemak dan partikel tanah
sehingga dalam tubuh jasad hidup dapat terjadi akumulasi, demikian pula di
dalam tanah. Akibat peracunan biasanya terasa setelah waktu yang lama, terutama
bila dose kematian (lethal dose) telah tercapai. Hal inilah yang
menyebabkan sehingga penggunaan organokhlorin pada saat ini semakin berkurang
dan dibatasi. Efek lain adalah biomagnifikasi, yaitu peningkatan peracunan
lingkungan yang terjadi karena efek biomagnifikasi (peningkatan biologis) yaitu
peningkatan daya racun suatu zat terjadi dalam tubuh jasad hidup, karena reaksi
hayati tertentu.
Semua
senyawa organofosfat (organofosfat, organophospates) dan karbamat
(karbamat, carbamates) bersifat perintang ChE (enzim choline esterase),
ensim yang berperan dalam penerusan rangsangan syaraf. Peracunan dapat terjadi
karena gangguan dalam fungsi susunan syaraf yang akan menyebabkan kematian atau
dapat pulih kembali. Umur residu dari organofosfat dan karbamat ini tidak
berlangsung lama sehingga peracunan kronis terhadap lingkungan cenderung tidak
terjadi karena faktor-faktor lingkungan mudah menguraikan senyawa-senyawa
organofosfat dan karbamat menjadi komponen yang tidak beracun. Walaupun
demikian senyawa ini merupakan racun akut sehingga dalam penggunaannya
faktor-faktor keamanan sangat perlu diperhatikan. Karena bahaya yang
ditimbulkannya dalam lingkungan hidup tidak berlangsung lama, sebagian besar
insektisida dan sebagian fungisida yang digunakan saat ini adalah dari golongan
organofosfat dan karbamat.
Parameter
yang digunakan untuk menilai efek peracunan pestisida terhadap mamalia dan
manusia adalah nilai LD50 (lethal dose 50 %) yang menunjukkan banyaknya
pestisida dalam miligram (mg) untuk tiap kilogram (kg) berat seekor
binatang-uji, yang dapat membunuh 50 ekor binatang sejenis dari antara 100 ekor
yang diberi dose tersebut. Yang perlu diketahui dalam praktek adalah
LD50 akut oral (termakan) dan LD50 akut dermal (terserap kulit). Nilai-nilai
LD50 diperoleh dari percobaan-percobaan dengan tikus putih. Nilai LD50 yang
tinggi (di atas 1000) menunjukkan bahwa pestisida yang bersangkutan tidak
begitu berbahaya bagi manusia. LD50 yang rendah (di bawah 100) menunjukkan hal
sebaliknya.
F. Pencemaran Lingkungan
Pestisida
yang diaplikasikan untuk memberantas suatu hama tanaman atau serangga penyebar
penyakit tidak semuanya mengenai tanaman. Sebagian akan jatuh ke tanaman, atua
perairan disekitarnya, sebagian lagi akan menguap ke udara, yang mengenai
tanaman akan diserap tanaman tersebut ke dalam jaringan kemudian mengalami
metabolisme, karena pengaruh enzim tanaman. Pestisida yang diserap oleh tanah
atau perairan akan terurai karena pengaruh suhu, kelembaban, jasad renik dan
sebagainya. Sedangkan yang menguap ke udara akan terurai karena pengaruh suhu,
kelembaban dan sinar matahari khususnya sinar ultra violet.
Penguraian
bahan pestisida tersebut tidak terjadi seketika itu juga, melainkan sedikit
demi sedikit. Sisa yang tertinggal inilah yang kemudian diserap sebagai residu.
Jumlah residu pestisida dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, jasad renik, sinar
matahari dan jenis dari pestisida tersebut. Peningkatan kegiatan agroindustri
selain meningkatkan produksi pertanian juga menghasilkan limbah dari kegiatan
tersebut. Penggunaan pestisida, disamping bermanfaat untuk meningkatkan
produksi pertanian tapi juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan
pertanian dan juga terhadap kesehatan manusia. Pada masa sekarang ini dan masa
mendatang, orang lebih menyukai produk pertanian yang alami dan bebas dari
pengaruh pestisida walaupun produk pertanian tersebut di dapat dengan harga
yang lebih mahal dari produk pertanian yang menggunakan pestisida. Pestisida
yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam kesehatan
manusia adalah pestisida sintetik, yaitu golongan organoklorin.
Tingkat
kerusakan yang disebabkan oleh senyawa organoklorin lebih tinggi dibandingkan
senyawa lain, karena senyawa ini peka terhadap sinar matahari dan tidak mudah
terurai. Karena pestisida adalah racun, yang dapat mematikan jasad hidup, maka
dalam penggunannya dapat memberikan pengaruh yang tidak diinginkan terhadap
kesehatan manusia serta lingkungan pada umumnya. Pestisida yang disemprotkan
segera bercampur dengan udara dan langsung terkena sinar matahari. Dalam udara
pestisida dapat ikut terbang menurut aliran angin. Makin halus butiran larut
makin besar kemungkinan ia ikut terbawa angin, makin jauh diterbangkan oleh
aliran angin. Kita tahu bahwa lebih dari 75 persen aplikasi pestisida dilakukan
dengan cara disemprotkan, sehingga memungkinkan butir-butir cairan tersebut
melayang, menyimpang dari aplikasi.
Jarak yang ditempuh oleh butrian-butiran
cairan tersebut tergantung pada ukuran butiran. Butiran dengan radius lebih
kecil dari satu mikron, dapat dianggap sebagai gas yang kecepatan mengendapnya
tak terhingga, sedang butiran dengan radius yang lebih besar akan lebih cepat
mengendap. Akumulasi residu pestisida tersebut mengakibatkan pencemaran lahan
pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida
dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, mutasi, bayi lahir cacat,
CAIDS (Chemically Acquired Deficiency Syndrom) dan sebagainya.
Dilaporkan bahwa 60 – 99 persen pestisida yang diaplikasikan akan tertinggal
pada target atau sasaran, sedang apabila digunakan dalam bentuk serbuk, hanya
10-40 persen yang mencapai target, sedang sisanya melayang bersama aliran angin
atau segera mencapai tanah. Telah dilakukan penelitian terhadap residu
pestisida dalam komoditi cabe merah besar dan cabe merah keriting yang berasal
dari pasar di kota Cianjur, Semarang dan Surabaya. Pengujian dilakukan
menggunakan alat KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi).
Hasil
pengujian terhadap beberapa golongan pestisida kemudian dikaji kembali
berdasarkan pola konsumsi cabe orang Indonesia dan dihitung Baku Mutu Residunya
dan dibandingkan terhadap Baku Mutu Residu pustaka. Dari hasil pemeriksaan
terdeteksi pestisida golongan organoklorin seperti lindan, aldrin, heptaklor,
endosulfon. Golongan organofosfat yang terdeteksi adalah paration, klorpirifos,
dimethoat, profenofos, protiofos. Golongan karbamat yang terdeteksi adalah
karbofuran, sedangkan golongan piretrin tidak terdeteksi, hasil perhitungan
lebih kecil dari BMR pustaka. Sehubungan dengan sifatnya yang demikian, Komisi
Pestisida telah mengidentifikasi berbagai kemungkinan yang timbul sebagai
akibat penggunaan pestisida. Dampak yang mungkin akan timbul adalah : Keracunan
terhadap pemakai dan pekerja, Keracunan terhadap ternak dan hewan piaraan,
Keracunan terhadap ikan, Keracunan terhadap satwa liar, Keracunan terhadap
tanaman, Kematian musuh alami jasad pengganggu,Kenaikan populasi jasad
pangganggu Sebagai akibat kematian musuh alami tersebut, maka jasad pengganggu
dapat lebih leluasa untuk berkembang, karena tidak adanya pengendalian dari
musuh alami.
G. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya
Keracunan Pestisida
Keracunan
pestisida tejadi bila ada bahan pestisida yang mengenai tubuh atau masuk ke
dalam tubuh dalam jumlah tertentu. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
keracunan pestisida antara lain :
1. Faktor dari dalam tubuh:
a. Usia
Umur
adalah fenomena alam, semakin lama seseorang hidup makan umurpun akan
bertambah. Semakin bertambahnya umur seseorang semakin banyak yang diaalminya,
dan semakin banyak pula pemaparan yang dialaminya, dengan bertambahnya umur
seseorang maka fungsi metabolisme akan menurun dan ini juga akan berakibat
menurunnya aktifitas kholinesterase darahnya sehinggga akan mempermudah
terjadinya keracunan pestisida. Usia juga berkaitan dengan kekebalan tubuh
dalam mengatasi tingkat toksisitas suatu zat, semakin tua umur seseorang maka
efektifitas sistem kekebalan di dalam tubuh akan semakin berkurang.
b. Jenis kelamin
Kadar
kholin bebas dalam plasma laki-laki dewasa normal rata-rata sekitar 4,4μg/ml.
Kaum wanita rata-rata mempunyai aktifitas khlinesterase darah lebih tinggi
dibandingkan dengan laki-laki. Meskipun demikian tidak dianjurkan wanita
menyemprot pestisida, karena pada saat kehamilan kadar rata-rata kholinesterase
cenderung turun.
c. Status kesehatan
Beberapa
jenis pestisida yang sering digunakan menekan aktifitas kholinesterase dalam
plasma yang dapat berguna dalam menetapkan over exposure terhadap zat ini. Pada
orang-orang yang selalu terpapar pestisida menyebabkan naiknya tekanan darah
dan kholesterol.
d. Status gizi
Pengaruh
status gizi pada orang dewasa akan mengakibatkan: 1) kelemahan fisik dan daya
tahan tubuh; 2) mengurangi inisiatif dan meningkatkan kelambanan dan; 3)
meningkatkan kepekaan terhadap infeksi dan lain-lain jenis penyakit. Semakin
buruk status gizi seseorang akan semakin mudah terjadi keracunan, dengan kata
lain seseorang yang mempunyai status gizi yang baik cenderung memiliki
aktifitas kholinesterase yang lebih baik.
e. Anemia
Kadar
hemoglobin terdapat pada sel darah merah yang memiliki gugus hem dimana pembentukannya
melalui proses reduksi dengan bantuan NADH, sedangkan kadara kholinesterase
dalam kerjanya menghidrolisa membutuhkan energi, dimana pada saat pembentukan
energi membutuhkan NADH.
f. Genetik
Beberapa
kejadian pada hemoglobin yang abnormal seperti hemoglobin S. Kelainan homozigot
dapat mengakibatkan kematian pada usia muda sedangkan yang heterozigot dapat
mengalami anemia ringan. Pada ras tertentu ada yang mempunyai kelainan genetik,
sehingga aktifitas kholinesterase darahnya rendah dibandingkan dengan
kebanyakan orang.
2. Faktor dari luar tubuh:
a. Suhu lingkungan
Suhu
lingkungan berkaitan dengan waktu menyemprot, matahari semakin terikatau
semakin siang maka suhu akan semakin panas. Kondisi demikian akan mempengaruhi
efek pestisida melalui mekanisme penyerapan melalui kulit petani penyemprot.
b. Cara penanganan pestisida
Penanganan
pestisida sejak dari pembelian, penyimpanan, pencampuran, cara menyemprot
hingga penanganan setelah penyemprotan berpengaruh terhadap resiko keracunan
bila tidak memenuhi ketentuan.
c. Penggunaan Alat Pelindung
Diri
Pestisida
umumnya adalah racun bersifat kontak, oleh karenanya penggunaan alat pelindung
diri pada petani waktu menyemprot sangat penting untuk menghindari kontak
langsung dengan pestisida. Pemakaian alat pelindung diri lengkap ada 7 macam
yaitu : baju lengan panjang, celana panjang, masker, topi, kaca mata, kaos
tangan dan sepatu boot. Pemakaian APD dapat mencegah dan mengurangi terjadinya
keracunan pestisida, dengan memakai APD kemungkinan kontak langsung dengan
pestisida dapat dikurangi sehingga resiko racun pestisida masuk dalam tubuh
melalui bagian pernafasan, pencernaan dan kulit dapat dihindari. 7,37.
d. Dosis pestisida
Semua
jenis pestisida adalah racun, dosis yang semakin besar maka akan semakin besar
terjadinya keracunan pestisida. Karena bila dosis penggunaan pestisida
bertambah, maka efek dari pestisida juga akan bertambah. Dosis pestisida yang
tidak sesuai dosis berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida organofosfat
petani penyemprot. Dosis yang tidak sesuai mempunyai risiko 4 kali untuk
terjadi keracunan dibandingkan penyemprotan yang dilakukan sesuai dengan dosis
aturan.
e. Jumlah Jenis Pestisida
Masing-masing
pestisida mempunyai efek fisiologis yang berbeda-beda tergantung dari kandungan
zat aktif dan sifat fisik dari pestisida tersebut. Pada saat penyemprotan
penggunaan pestisida > 3 jenis dapat mengakibatkan keracunan pada petani.
Banyaknya jenis pestisida yang digunakan menyebabkan beragamnya paparan pada
tubuh petani yang mengakibatkan reaksi sinergik dalam tubuh.
e. Masa
kerja menjadi penyemprot
Semakin
lama petani menjadi penyemprot, maka semakin lama pula kontak dengan pestisida
sehingga resiko keracunan terhadap pestisida semakin tinggi. Penurunan
aktifitas kholinesterase dalam plasma darah karena keracunan pestisida akan
berlangsung mulai seseorang terpapar hingga 2 minggu setelah melakukan
penyemprotan.
g. Lama menyemprot
Dalam
melakukan penyemprotan sebaiknya tidak boleh lebih dari 3 jam, bila melebihi
maka resiko keracunan akan semakin besar. Seandainya masih harus menyelesaikan
pekerjaannya hendaklah istirahat dulu untuk beberapa saat untuk memberi
kesempatan pada tubuh untuk terbebas dari pemaparan pestisida. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa istirahat minimal satu minggu dapat menaikkan aktivitas
kholinesterase dalam darah pada petani penyemprot. Istirahat minimal satu
minggu pada petani keracunan ringan dapat menaikkan aktivitas kholinesterase
dalam darah menjadi normal (87,50%). Sedangkan petani dengan keracunan sedang memerlukan
waktu istirahat yang lebih lama untuk mencapai aktivitas kholinesterase normal.
h. Frekuensi Penyemprotan
Semakin
sering seseorang melakukan penyemprotan, maka semakin tinggi pula resiko
keracunannya. Penyemprotan sebaiknya dilakukan sesuai dengan ketentuan. Waktu
yang dianjurkan untuk melakukan kontak dengan pestisida maksimal 2 kali dalam
seminggu.
i. Tindakan penyemprotan pada arah angin
Penyemprotan
yang baik searah dengan arah angin dan penyemprot hendaklah mengubah posisi
penyemprotan apabila angin berubah.
j. Waktu menyemprot
Waktu
penyemprotan perlu diperhatikan dalam melakukan penyemprotan pestisida, hal ini
berkaitan dengan suhu lingkungan yang dapat menyebabkan keluarnya keringat
lebih banyak terutama pada siang hari. Sehingga waktu penyemprotan pada siang
hari akan semakin mudah terjadinya keracunan pestisida melalui kulit.
Salah
satu masalah utama yang berkaitan dengan gejala keracunan pestisida adalah
bahwa gejala dan tanda keracunan khususnya pestisida dari golongan organofosfat
umumnya tidak spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala penyakit biasa
seperti pusing, mual dan lemah sehingga oleh masyarakat dianggap sebagai suatu
penyakit yang tidak memerlukan terapi khusus. Menurut Gallo (1991) ada beberapa
faktor yang mempengaruhi keracunan pestisida antara lain dosis, toksisitas
senyawa pestisida, lamanya terpapar pestisida dan jalan pestisida masuk dalam
tubuh.
2.3
Langkah Penanganan Terhadap Korban Keracunan Pestisida
Pestisida sangat berbahaya bagi manusia, bahkan bisa
menyebabkan kamatian. Padahal bagi petani, pestisida hampir
menjadi santapan keseharian, terutama saat budidaya tanaman yang membutuhkan
perawatan intensif. Pestisida bisa masuk melalui kulit, saluran pernapasan bahkan
tertelan melalui mulut. Kecerobohan pada saat penyemprotan menyebabkan tubuh
kita mengalami keracunan pestisida. Keracunan pestisida pada
manusia menunjukkan gejala yang berbeda-beda, tergantung pada jenis bahan aktif
pestisida yang meracuni. Gejala keracunan biasanya tertera pada kemasan,
sehingga disarankan jangan memindahkan pestisida pada tempat lain apalagi wadah
kosong yang orang lain tidak bisa mengetahuinya dengan pasti. Usahakan
pestisida selalu pada kemasannya. Hal ini sangat penting untuk menentukan
penanganan lebih lanjut saat mengalami keracunan pestisida.
Pada saat kita mengetahui seseorang mengalami keracunan
pestisida, kita dapat memberikan pertolonganpertama pada penderita, sebelum
dibawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat. Lakukan langkah-langkah berikut
:
1.
Saat
memberikan pertolongan, kita tidak boleh terlihat panik. Harus tenang agar
dapat berpikir untuk melakukan tindakan yang paling tepat dan cepat.
2.
Jika
kulit korban terkena pestisida, buka pakaian dan segeralah cuci sampai bersih
dengan air dan sabun.
3.
Jika
mata korban terkena pestisida, cuci dengan air yang banyak selama 15 menit, jika ada
air pancuran lebih diutamakan.
4.
Jika
tertelan dan korban masih sadar, buatlah korban muntah dengan memberikan
larutan air hangat yang telah dicampur dengan garam dapur sebanyak 1 sendok
makan penuh. Jika pestisida tertelan, jangan berikan pernapasan buatan dari
mulut ke mulut.
5.
Jika tertelan
dan korban tidak sadar, jangan dirangsang muntah, sangat berbahaya. Jika
pestisida tertelan, jangan berikan pernapasan buatan dari mulut ke mulut.
6.
Jika
tertelan, dan fungisida dari senyawa tembaga, jangan dirangsang muntah,
rangsanglah untuk buang air besar (bilas lambung).
7.
Jika
berhenti bernapas, segera bikin pernapasan buatan. Pastikan mulut bersih dari
air liur, lendir, atau makanan yang menyumbat pernapasan.
8.
Jangan memberikan susu atau makanan berminyak pada korban keracunan organoklorin,
karena akan menambah penyerapan organoklorin oleh organ pencernaan.
9.
Jika korban tidak sadar,
usahakan jalan pernapasan tidak terganggu. Bersihkan mulut dari air liur,
lendir, atau makanan. Jika korban memakai gigi palsu, lepaskan gigi palsu.
Letakkan korban pada posisi tengkurap, kepala menghadap ke samping dan bertumpu
pada kedua tangannya yang ditekuk.
10. Jika kejang, usahakan tidak ada yang
membuatnya cidera. Taruh bantal di bawah kepala, longgarkan pakaian di sekitar
leher. Ganjal mulut agar korban tidak menggigit bibir dan lidahnya.
11. Bawalah segera ke puskesmas atau rumah
sakit terdekat. Tunjukkan kemasan pestisida yang telah meracuninya kepada para
medis agar dapat ditentukan dengan cepat penanganan yang paling tepat.
III.
PENUTUP
3.1 Simpulan
Adapun kesimpulan dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. pestisida
adalah zat kimia atau bahan lain dan jasad renik serta virus yang digunakan
untuk: memberantas atau mencegah hama-hama tanaman, atau parasit lainya yang
dapat berpengaruh terhadap kualitas bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil
pertanian
2. Bahan-bahan
racun pestisida masuk ke dalam tubuh organisme (jasad hidup) berbeda-beda
menurut situasi paparan. Mekanisme masuknya racun pertisida tersebut dapat
melalui melalui kulit luar, mulut dan saluran makanan, serta melalui saluran
pernapasan. Melalui kulit, bahan racun dapat memasuki pori-pori atau terserap
langsung ke dalam sistem tubuh, terutama bahan yang larut minyak (polar).
3. Bahan
kimia dari kandungan pestisida dapat meracuni sel-sel tubuh atau mempengaruhi
organ tertentu yang mungkin berkaitan dengan sifat bahan kimia atau berhubungan
dengan tempat bahan kimia memasuki tubuh atau disebut juga organ sasaran. Efek
racun bahan kimia atas organ-organ tertentu dan sistem tubuh, seperti : paru-paru dan sistem pernafasan, hati, ginjal
dan saluran kencing, sistem syaraf, darah dan sumsum tulang, jantung dan
pembuluh darah (sistem kardiovaskuler), kulit, sistem reproduksi, sistem yang
lain.
3.2 Saran
Untuk pemakaian pestisida pada pertanian agar
dipertimbangkan dengan dampak yang terjadi terutama pada pencemaran lingkungan
dan bahaya pada manusia pemakaianya, untuk itu perlu adanya scening pemeriksaan
kolinestrase pada petani penguna pestisida dan pemeriksaan kualitas lingkungan
secara piriodik.
Arief, dkk
2000, Kapita Selekta Kedokteran ed. 3, jilid 2, Medika
Aesculapius, Jakarta.
Ngatidjan, 2006. Toksikologi. Bagian Farmakologi &
Toksikologi Fakultas Kedokteran universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Su’makmur,PK.2009.Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
(HIPERKES) Jakarta: CV Sagung Seto

Tidak ada komentar:
Posting Komentar